Diary Dini (DiDi)


Bunga Dibalik Jeruji Besi
Oleh Dini Rosyada Mahmud


Memasuki bulan Februari, rasanya cepat sekali hari-hari berlalu, telah kulewati pengabdian akbar 1 dan 2. Flashback mengingat kenangan masa lalu *cielah, pengabdian akbar 1 aku mengajar di sekolah terpencil tepatnya di SDN Ngadas 2 yang termasuk kawasan wisata gunung Bromo Tengger Semeru. Pengabdian akbar 2 aku mengajar di sekolah Alam Al-Hikmah dan sekolah Yayasan Shohwatul Ummah. Setiap tempat punya cerita uniknya masing-masing yang harus di syukuri, termasuk di pengabdian akbar 3 ini dilaksanakan di lapas, mendengar kata lapas tentu saja membuat kita takut. Kebetulan di pengabdian akbar 3 aku mendapat kesempatan mengajar di Lapas Perempuan.
Hari ini pertama kalinya aku mengunjungi lapas, di pikiranku muncul rasa takut karena bayanganku lapas merupakan tempat menyeramkan seperti di film. Kami sekelompok berangkat dari Universitas Negeri Malang bersama, jaraknya lumayan jauh sekitar 20 menit. Kami sampai lapas pukul 10.10 WIB, jantungku semakin berdegup bagaimana nanti di dalamnya. Tampak dari depan lapas perempuan terdapat kursi-kursi dengan sejumlah orang yang sedang menunggu untuk mendapat giliran menjeguk keluarganya di dalam lapas, melepaskan rasa rindu karena terpisah dari keluarga. Saat kami tiba disambut oleh seseorang yang mengenakan seragam rapi yaitu petugas lapas, menanyakan ada keperluan apa kami kemari, kami menjawab untuk pengabdian mengajar. Sebelumnya, pengurus Gemapedia telah mendapatkan izin melakukan pengabdian di lapas selama 2 bulan disini. Lanjut di tempat pemeriksaan, kami disuruh untuk menaruh HP, jam tangan, dan tas karena peraturannya tidak memperbolehkan membawa masuk dan berinteraksi banyak dengan napi. Kami hanya membawa peralatan tulis dan apa yang dibutuhkan saat proses pembelajaran.  
Mulai berjalan lebih dalam, ekspetasiku selama ini berubah 180 derajat, berbanding terbalik dengan kesan menyeramkan penjara yang penuh jeruji besi dan ruangan gelap serta pengap, berubah menjadi speechless “Wow ternyata seperti ini”. Penjara ini seperti pondok atau kompleks yang dihuni oleh bermacam-macam orang, fasilitas beragam disediakan disini terdapat taman-taman yang indah disertai air mancur, taman playground untuk anak-anak penghuni lapas yang datang menjenguk, lapangan olahraga, musholla, poliklinik, aula, ruang tempat berkarya, sel-sel tempat tidur napi yang berbentuk blok-blok, dan fasilitas lainnya. Disepanjang koridor lapas terdapat banyak hiasan karena baru saja hari raya imlek, selain itu dinding-dinding lapas di cat berbagai warna dan tulisan motivasi. Tidak menyeramkan bukan?
Kami bertemu dengan bu Atik yang merupakan bunda bagi napi lainnya karena mampu mengayomi dan membimbing. Beliau dipercaya oleh lapas untuk mengelola bidang pendidikan karena bu Atik memiliki attitude yang baik. Bu Atik menjelaskan bahwa kelas sedang di renovasi dan ada beberapa napi yang sedang di rehabilitasi, sehingga kami harus mengajar paket A dan calistung di perpustakaan dengan murid yang terbatas. Aku dan Alfan mengajar bahasa Indonesia paket A, sedangkan Izzah dan Sukma mengajar calistung. Sebelum masuk ke perpustakaan, kulihat perempuan-perempuan cantik ada yang muda, paruh baya, dan tua. Para napi perempuan ini sedang berkumpul, tak tampak raut menyeramkan di wajah mereka saat melihat kami datang. Mereka menyambut dengan baik dan sopan.
            Pelajaran di mulai, salah satu murid paket A yaitu bu Nor Lisa dan bu Murni, mereka berdua masuk ke dalam kelas paket A dan akan mengikuti Ujian Nasional. Mereka mempunyai semangat belajar yang tinggi, belajar tidak perduli berapa umur kita karena belajar merupakan kewajiban sepanjang hayat. Sebelumnya telah kubuatkan soal bahasa Indonesia 1 sampai 15 dimana soal A merupakan pilihan ganda dan soal B merupakan uraian, soal tersebut berkaitan dengan 5W+1H dan unsur intrinsik dalam sebuah cerita, tentu saja setingkat dengan UN Sekolah Dasar. Antusias mereka dalam mengerjakan soal merupakan kebahagiaan bagiku, mengerjakan apa yang mereka tau, tidak perlu takut salah karena belajar. Saat mereka mengerjakan soal, aku sambil menulis materi unsur intrinsik dalam cerita di papan tulis. Bu Atik baik sekali, menyediakan papan tulis, spidol, dan penghapus untuk keperluan mengajar kami. Walaupun belajar di tempat perpustakaan yang lumayan sempit, tak mengurungkan niat mereka untuk belajar.
            Mereka lancar menjawab soal demi soal, kalau tidak mengerti bisa menanyakan kepadaku dan Alfan. Setelah mereka mengerjakan soal sekitar 20 menit dan materi sudah kutulis dipapan, aku dan Alfan pun membahas soal sambil menjelaskan materi 5W+1H dan unsur intrinsik dalam sebuah cerita. Mereka mendengarkan dengan seksama, meskipun terdengar keluhan “Aku sekarang piket”, “Aku disuruh ambil air” dan sebagainya. Di lapas mereka juga bekerja untuk mendapatkan uang agar kebutuhan hidupnya tercukupi. Tidak bisa jika hanya mengandalkan uang kiriman dari keluarga. Para napi perempuan disini juga mempunyai semangat bekerja dan belajar sama pentingnya yang harus kita contoh.
            Jam menunjukkan pukul 11.30 WIB, suara azan dhuhur juga mulai berkumandang. Bu Atik mengingatkan kami bahwa waktu belajar telah habis, diluar perpustakaan juga kulihat para napi perempuan cantik bergegas ke musolla dengan membawa mukenah ditangannya. Subhanallah, mereka menjalankan ibadah tepat waktu. Setelah selesai pengabdian mengajar, kami berbincang-bincang dengan bu Atik, beliau menceritakan bagaimana masa muda, keluarga, dan keadaan lapas beserta penghuninya disini. Kami banyak belajar dari bu Atik, di lapas ini juga terdapat pondok bagi napi perempuan, belajar tentang agama dan ibadah juga tidak terpisahkan dari tempat ini. Pesan yang akan selalu kuingat dari bu Atik hati-hati di Malang karena tempat perantauan bagi mahasiswa, mendekatkan diri kepada Allah agar hati tenang, dan menjaga ibadah. Yang berada di lapas belum tentu jelek, kita tidak boleh merasa lebih baik karena setiap manusia mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Hari ini aku belajar dari napi dan mempunyai pengalaman baru yang mengesankan, aku senang berkenalan dengan mereka. Mereka bak “Bunga Yang Tersembunyi Dibalik Jeruji Besi”, seburuk apapun kesalahan mereka di masa lalu kita harus tetap menghargai dan bersikap baik dengan memanusiakan manusia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi

Puisi

Sastra Dini (TraDi)